B-Zone

Mengagumi Si Pejantan Dari Pucuk Sang Gadis

Kala itu saya bersama empat orang teman saya pendakian gunung pertama dalam hidup kami masing-masing. Dengan perlengkapan seadanya (tanpa tenda) plus kebutuhan logistik yang secukupnya,tak lupa kamera Canon 1100D milik salah seorang dari kami,kami sudah siap menaklukkan "Sang Gadis" Jawa Tengah (Merbabu).
Kamilah 5 lelaki nekat yang tergabung dalam kelompok pendaki gunung amatiran yang tidak punya persiapan,perlengkapan serta pengalaman sama sekali namun bisa menginjakkan kaki di puncak kenteng songo,puncak tertinggi gunung merbabu.
READMORE
 

X-Factor VS Facebook

X-Factor Indonesia. Ya,siapa yang tidak tahu dengan kompetisi menyanyi yang di selenggarakan oleh stasiun televisi RCTI itu?
Acara televisi yang banyak menarik perhatian masyarakat Indonesia. Mulai dari anak-anak,remaja hingga orang dewasa yang setia menyaksikan acara tersebut di setiap minggunya.
Semalam adalah puncak dari kompetisi menyanyi tersebut,dan Fatin Sidqiah Lubis keluar sebagai juara 1 X-Factor Indonesia.

READMORE
 

Membebani Namun Menyenangkan

Seekor kerbau seberat lebih kurang 500 kilogram yang kepalanya dihiasi janur kuning ditarik seorang tamu menuju rumah duka almarhum Raja Tamu Umbu Djaka di Kampung Prailiu, Waingapu, Sumba Timur, Sabtu (29/8). Di belakangnya, seekor babi seberat 200 kilogram ditandu dalam kandang oleh empat lelaki. Di belakangnya, sejumlah perempuan membawa kain tenun ikat khas Sumba.

Dari arah lain datang kendaraan roda empat membawa beras, air mineral, kopi, dan gula. Bahan makanan dan minuman ini juga dibawa warga untuk kebutuhan ritual pemakaman. Semua pemberian itu ditampilkan di depan peti jenazah yang diletakkan tepat di depan pintu masuk, sambil memberikan penghormatan ke arah jenazah. Pihak panitia kemudian mengambil pemberian itu atau mengarahkan pembawa persembahan ke tempat yang telah disiapkan.

Penanggung jawab adat dari Kerajaan Prailiu, H Wailangu, di Waingapu, mengatakan, petugas selalu mencatat semua pemberian, seperti jenis ternak, berat ternak, maupun jenis tenun yang diberikan. Nama pemberi dan dari marga apa juga dicatat. Pencatatan harus dilakukan karena sumbangan itu harus dibalas setimpal oleh keluarga penerima. Meskipun pihak keluarga mungkin tidak membutuhkan bantuan itu, secara adat berbagai antaran itu harus tetap diterima dan pada saatnya nanti harus dikembalikan dengan nilai yang setara. Kerbau dengan berat sampai 500 kg saat ini nilainya Rp 15 juta, babi 200 kg seharga Rp 8 juta, dan kain tenun ikat sumba yang berkualitas sampai Rp 10 juta per lembar.

Bagi orang luar, adat Sumba terasa membebani, tetapi bagi orang Sumba dengan kepercayaan agama asli Marapu, hal itu terasa menyenangkan. Ini merupakan ekspresi kekeluargaan dan kegotongroyongan. Jika sumbangan dirasakan sudah melebihi kebutuhan, kerbau, sapi, atau kuda yang dibawa saudara perempuan yang dinilai setimpal dengan babi atau kain yang dibawa pihak ipar akan saling ditukarkan. Tujuannya untuk mengurangi utang tuan rumah. ”Puluhan, bahkan ratusan, ternak itu bernilai ratusan juta rupiah. Jika tidak segera dibayarkan, akan menjadi utang yang harus dibayarkan,” kata H Wailangu.
 

Mas Kawin
Dalam hal mas kawin pun demikian. Keluarga laki-laki dibebani permintaan puluhan kerbau, sapi, dan kuda oleh keluarga perempuan. Sebaliknya, keluarga perempuan juga menyediakan babi dan kain dalam jumlah besar sebagai imbalan. Ketika pihak keluarga perempuan mengadakan pesta adat di rumah dengan memanfaatkan daging kuda atau kerbau, pihak keluarga laki-laki pun berpesta adat di rumahnya dengan daging babi. Jadi sama-sama diuntungkan. ”Bagi orang luar, adat seperti ini dinilai mengganggu perekonomian keluarga. Keluarga jadi agak sulit mengumpulkan uang untuk membangun rumah dan menyekolahkan anak,” katanya.

Belakangan ini, sebagian masyarakat Sumba mulai berpikir bahwa kepemilikan rumah, kendaraan, serta pendidikan anak menjadi prioritas. Adat bukan lagi segala-galanya. Apalagi kegiatan seperti itu hanya satu atau dua kali selama hidup. Tokoh adat Sumba Timur, Paulus Kabubutarap, mengatakan, adat Sumba tidak dapat diberlakukan kepada warga di luar Sumba. Jika orang dari luar Sumba menikah dengan perempuan Sumba, ia tidak dipaksa mengikuti adat itu. Akan tetapi, jika calon mempelai sama-sama menetap di Sumba, proses pernikahan harus mengikuti adat setempat. Karena itu, kebanyakan calon mempelai memilih menikah di luar Sumba untuk menghindari tuntutan adat perkawinan yang dinilai memberatkan.
READMORE